Penulis Kitab-kitab Sansekerta
Terdapat banyak penulis kitab ajaran Buddha dalam bahasa Sansekerta, antara lain Bhikkhu Asvaghosa, Bhikkhu Nagarjuna, Sthavira Buddhapalita, Sthavira Bhavaviveka, Asanga, Vasubandhu, Dinnaga, dan Dharmakīrti.
Bhikkhu Asvaghosa
Bhikkhu Asvaghosa terkenal sebagai seorang penyair dan pemikir pada zaman pemerintahan Raja Kaniska. Para sarjana menilai bahwa Bhikkhu Asvaghosa dalam sejarah Ajaran Buddha mempunyai kedudukan yang unik. Selain sebagai pemikir, beliau juga seorang penyair yang dapat dibandingkan dengan Valmiki (penulis Ramayana). Karya utama dari Bhikkhu Asvaghosa dalam ajaran Buddha adalah dalam Buddha Bhakti.
Pemahaman terhadap aliran Sarvāstivāda tercermin dalam karya Bhikkhu Asvaghosa meskipun pandangan Mahāyāna telah muncul dua atau tiga abad sebelumnya.
Informasi mengenai Bhikkhu Asvaghosa lebih banyak diperoleh dari hasil karyanya. Beliau berasal dari Saketa (Ayodhya), ibunya bernama Survanaksi. Hal tersebut dapat diketahui pada bagian akhir dari ketiga karyanya, yaitu : Buddhacarita, Sundarananda dan Sāriputraprakarana.
Kitab-kitab Buddhacarita dan Sundarananda adalah dua buah kitab yang terpenting dari Bhikkhu Asvaghosa yang berbentuk syair yang puitis. Naskah asli karya-karya tersebut diketahui oleh I-Tsing (meninggal dunia tahun 713) sudah diterjemahkan dalam bahasa China pada abad ke-7 dan terdiri dari 28 conto (jumlah yang sama di jumpai pula di Tibet). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa naskah aslinya dalam bahasa Sansekerta juga terdiri dari 28 conto, namun dari jumlah tersebut hanya 17 conto saja yang ada.
Syair dari Bhikkhu Asvaghosa yang indah dan menurut I-Tsing banyak dibaca oleh kalangan luas ini, selain menggambarkan tentang kehidupan dan ajaran Buddha, juga memuat pengetahuan ensiklopedia tradisi mitologi di India serta sistem filsafat India sebelum zaman Buddha atau filsafat lainnya. Selain menulis dua syair yang terkenal itu, Bhikkhu Asvaghosa juga menulis tiga buah drama (ditemukan di Turfan, Asia Tengah, pada awal abad ke-20). Salah satu drama tersebut adalah Sāriputraprakarana yang ditulis dalam bahasa Sansekerta, terdiri dari 9 babak.
Bhikkhu Nagarjuna
Bhikkhu Nagarjuna adalah sahabat dari Raja Yajnasri Gautamiputra (166-196) dari kerajaan Satavahana. Peranan besar yang diberikan oleh Bhikkhu Nagarjuna sebagai seorang pemikir (filsuf) adalah menentukan arah titik-balik perkembangan Ajaran Buddha. Bhikkhu Nagarjuna meletakkan dasar-dasar dari ajaran Madhyamika, yang juga terkenal sebagai Sūnya Vāda.
Dalam bidang filsafat, Bhikkhu Nagarjuna dinilai sebagai pemikir dilektis terbesar. Karya filsafatnya yang terkenal yaitu Madhyamika Kārikā (Madhyamika Sastra) terbagi ke dalam 27 bab dan meliputi 400 kārikā. Bhikkhu Nagarjuna sebagai pemikir diakui sebagai pemikir besar yang tidak mempunyai tandingan di India.
Riwayat kehidupan Bhikkhu Nagarjuna yang diterjemahkan ke dalam bahasa China oleh Kuniarajiva sekitar tahun 405, menyebutkan bahwa beliau dilahirkan dari keluarga Brāhmaṇa di India Selatan. Huan-Tsang menyebut Kosala Selatan sebagai tempat kelahiran Bhikkhu Nagarjuna. Selanjutnya dikatakan bahwa Bhikkhu Nagarjuna mempelajari seluruh isi kitab suci Tipiṭaka hanya dalam waktu 90 hari, namun beliau tidak puas. Bhikkhu Nagarjuna menerima Mahāyāna Sūtra dari seorang Bhikkhu tua di pegunungan Himalaya yang sebelumnya menghabiskan waktunya di Sri Parvata (Sri Sailam) di India selatan pusat penyebaran ajaran Buddha.
Catatan tentang Bhikkhu Nagarjuna dalam naskah Tibet menyebutkan bahwa beliau pernah berdiam di Nalanda. Selanjutnya Huan-Tsang menyebutkan 4 matahari yang menyinari dunia dan yang dimaksud adalah Bhikkhu Nagarjuna, Bhikkhu Asvaghosa, Bhikkhu Kumāraladha (Kumāralata) dan Bhikkhu Aryadeva. Sebanyak 20 naskah dari Bhikkhu Nagarjuna didapati dalam bahasa China (18 diantaranya telah dicatat oleh Bunyiu Nanjio).
Sthavira Buddhapalita dan Sthavira Bhavaviveka
Sthavira Buddhapalita dan Sthavira Bhavaviveka keduanya merupakan eksponen aliran Sūnyavāda yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Bhikkhu Nagarjuna. Mereka hidup pada abab ke-5 dan dalam sejarah perkembangan ajaran Buddha, mereka terkenal sebagai pendiri dua aliran yang mengutamakan penggunaan penalaran logika dalam Ajaran Buddha, yaitu aliran Prasangika dan aliran Svatantra.
Aliran Prasangika yang dipelopori oleh Sthavira Budhapalita mengembangkan pandangan yang mendorong individu (perorangan) mandiri dalam mencapai tujuan ajaran. Sementara aliran Svatantra yang dipelopori Sthavira Bhavaviveka mencoba untuk mengungkapkan kebenaran dari ajaran Madhyamika melalui argumen-argumen yang bersifat bebas (svatantra). Beberapa pemikir yang mewakili Madhyamika antara lain Aryadeva, Santideva, Santaraksita, dan Kamalasila.
Asanga dan Vasubandhu
Asanga dan Vasubandu adalah dua bersaudara yang hidup pada abad ke-4 serta merupakan pemikir Ajaran Buddha yang kreatif, yang telah membawa pemikiran filsafat klasik dalam Ajaran Buddha. Sebenarnya mereka adalah tiga bersaudara dan Asanga adalah yang sulung, Vasubandhu yang kedua dan yang bungsu bernama Virincivatsa.
Asanga dan Vasubandhu dilahirkan di Purusapura di negeri Gandhara serta berasal dari keluarga Brāhmaṇa Kausa-likagotra. Mereka berdua belajar Vibhasa-sastra di Kashmir.
Vibhasa-sastra adalah komentar-komentar yang terdiri dari Vinaya, Sūtra dan Abhidharma yang disusun pada saṅgāyanā yang diselenggarakan pada masa pemerintahan Raja Kanishka. Komentar yang mencerminkan pandangan Sarvāstivāda itu bertahan selama beberapa abad di Kashmir dan Gandhara serta masih populer pada abad ke-4.
Asanga dikenal sebagai guru terkemuka dari aliran Yogacara atau Vijñānavāda. Asanga diberitakan menghimbau adiknya Vasubandu untuk bergabung dengan aliran Yogacara serta meninggalkan Sarvāstivāda. Sebagaimana diketahui Asanga adalah murid dari Maitreyanatha, pendiri aliran Vijñānavāda. Karya Asanga yang terutama adalah :
01. Mahāyāna Samparigraha
02. Yogacara Bhūmi Sastra
03. Mahāyāna Sūtralankara
Dua karya terakhir tersebut menceritakan tentang masalah-masalah etika (sīla) dan ajaran. Kitab Yogacara Bhūmi Sastra terdiri dari 17 Bhūmi, menguraikan secara rinci disiplin yang dilaksanakan dalam ajaran Yogacara. Kitab Mahāyāna Sūtralankara adalah karya bersama dari Asanga dan Maitreyanata.
Vasubadhu yang kemudian menganut pandangan aliran Vijñānavāda juga dikenal sebagai guru dari aliran Vaibhasika, suatu cabang dari aliran Sarvāstivāda. Karya terbesar dari Vasubandhu adalah kitab Abhidharmakosa yang merupakan ensiklopedi filsafat Ajaran Buddha, serta kitab aslinya mencerminkan pandangan Vaibhasika yang dominan di daerah Khasmir. Karya besar ini terdiri dari 600 karika dan merupakan hal yang tidak ternilai di Asia.
Selain menulis kitab Abhidharmakosa, Vasubandhu juga menulis kitab Paramathasaptati sebagai reaksi dari kitab Sanknyasaptati yang ditulis oleh seorang guru dan aliran Sanknya bernama Vindyavasi. Karya lain dari Vasubandhu adalah Tarkasastra dan Vāda Vidhi. Sebagai seorang guru ajaran Mahāyāna, Vasubandhu menulis komentar mengenai Saddharmapundarika Sūtra, Mahāparinirvāṇa Sūtra dan Vajrac-chedika-prajñā-pāramitā. Vijñāptimatrata Siddhi adalah karya lain dari Vasubandhu yang terdiri dari Vimsika (20 karika) dan Trimsika (30 karika).
Diantara para penerus Vasubandhu adalah Dinnaga (saudara bungsu Dharmapāla) dan muridnya Dharmakirti.
Dinnaga dan Dharmakirti
Dinnaga terkenal sebagai penawar logika dalam Ajaran Buddha. Dinnaga adalah pendiri aliran Nyāya dan beliau hidup pada awal abad ke-5. Sumber dari Tibet memberitakan bahwa Dinnaga lahir di Simha Vaktra (Kanci Selatan) dari keluarga Brāhmaṇa. Sebelum menganut pandangan Mahāyāna, Dinnaga adalah penganut paham Vatsiputriya dari Hīnayāna. Tradisi Tibet memberitakan bahwa Dinnaga adalah seorang murid Vasubandhu. Dinnaga juga mengunjungi Nalanda, Mahāvihāra, tempat beliau berdebat masalah ajaran dengan seorang tokoh logika, yaitu Brāhmaṇa Sudurjaya.
Dinnaga yang meninggal dunia di suatu hutan di wilayah Orissa diperkirakan menulis sekitar 100 karya. Sebagian dari karya Dinnaga masih tersimpan di dalam bahasa China dan Tibet.
Menurut I-Tsing, karya Dinnaga adalah buku acuan (teks book) ketika beliau berkunjung ke India. Di antara karya Dinnaga, yang terpenting adalah Pramana-samuccaya (karya terbesar), Nyāya Pravesa, Hetucakradamaru, Pramana Sastra Nyāya Pravesa, Ālambana Pariksa dan lain-lain yang pada umumnya sukar untuk dipahami. Dilihat dari kitab-kitabnya, Dinnaga menjembatani pandangan kuno dari sistem Nyāya di India dengan Ajaran Buddha (Mahāyāna).
Dharmakirti terkenal sebagai seorang pemikir yang bijaksana, yang pemikirannya bukan saja berpengaruh dalam Ajaran Buddha tetapi juga dalam pemikiran filsafat di India. Karya Dharmakirti yang terkenal bernama Pramma Vartika, ditemukan di Tibet, yang aslinya ditulis dalam bahasa Sansekerta.
Karya-karya lain dari Dharmakirti yang pada umumnya membahas ilmu pengetahuan, ajaran Buddha terdapat dalam Pramana Viniscaya, Nyāya Bindu, Sambandha Pariksa. Hetu Bindu, Vandanyāya, dan Samanantara Siddhi.
YANG ARYA NAGARJUNA
(Naga Raja Filsafat Pembabar Dharma)
Diantara sekian banyak sutra yang diterjemahkan oleh Kumarajiva, beberapa diantaranya adalah karangan dari Nagarjuna, seorang ahli sastra dan filsafat, pembabar Dharma, penulis sutra, pendiri sekte jalan tengah atau yang lebih dikenal dengan Madhyamika. Nagarjuna merupakan tokoh penting dalam perkembangan agama Buddha, setelah para murid langsung Hyang Buddha Parinibbana. Beliau membawa pengaruh besar kepada Buddhisme di China dan Jepang sehingga berkembang sangat pesat, memperkenalkan praktek Dharma dengan sederhana. Pada masa Madhyamika inilah gerakan Mahayana timbul secara nyata. Merubah tujuan dari Arahat menjadi Bodhisattva dan Samyak Sambuddha.
Nagarjuna merupakan seorang Brahmana yang lahir di India Selatan di kota Vidarbha (yang berarti tanah pohon palem) pada tahun 150 M, sekitar 400 tahun sesudah Hyang Buddha Mahaparinibbana. Brahmana tersebut sebelumnya tidak memiliki putra. Suatu hari Brahmana tersebut bermimpi bahwa ia akan memiliki putra bila ia memberi persembahan kepada 100 Brahmana lainnya. Akhirnya sepuluh bulan kemudian putranya lahir.
Seorang peramal mengatakan bahwa bayi ini hanya akan bertahan hidup selama 7 hari, kecuali bila orangtuanya mau memberi persembahan kepada 100 orang bhikkhu maka putra mereka akan hidup selama 7 tahun. Setelah anak itu berumur hampir 7 tahun, orang tuanya yang tak tega melihat kematiannya membawa dia pergi dari kota bersama beberapa pelayan. Selama perjalanannya, beliau melihat Dewa Khasarpana (manifestasi dari Arya Avalokitesvara). Sejak kecil, Nagarjuna terkenal pintar, bijaksana, dan memiliki ingatan yang tajam. Ketika beranjak dewasa, ia mempelajari filsafat, sastra dan mantra-mantra.
Dalam perjalanannya, ia sampai ke sebuah vihara bernama Nalanda. Di vihara itu ia membacakan puisi dengan indah dan terdengar oleh bhikshu Saraha. Salah satu pelayannya menceritakan riwayat hidup anak kecil yang sangat menarik hati Saraha tersebut. Saraha mengatakan bila ia berjanji untuk melepaskan kehidupan duniawi dan rajin membaca mantra, maka ia akan berumur panjang. Anak kecil itu setuju dan mulai melatih membaca mantra mandala Amitabha Buddha serta mantra Dharani. Pada ulang tahunnya yang ke tujuh, ia masih tetap hidup.
Pada usia delapan tahun, ia mulai mempelajari teks-teks Budhisme dan Dharma. Suatu hari kembali dan meminta ijin pada orang tuanya untuk menjadi Sangha. Ia kemudian dikenal sebagai Bhiksu Srimanta. Bhikkhu Srimanta mendapat kesempatan menjumpai seorang guru bernama Ratna Mati, beliau adalah manifestasi dari Manjusri Bodhisattva.
Pada suatu waktu, bahaya kelaparan berkepanjangan di Magadha terjadi, mengakibatkan populasi turun drastis. Kepala vihara, Bhiksu Bhadra Rahula Sthavira menyuruh Bhiksu Srimanta untuk meminta ajaran kimia kepada seorang Brahmana. Ia memberikan dua lembar daun dari kayu cendana. Yang satu harus dipegang di tangan dan yang satu harus diletakkan di sepatu. Lalu pergilah ia menemui Brahmana yang dimaksud untuk mendapatkan “Resep Mujarab” yang dapat merubah besi menjadi emas.
Brahmana tersebut terkejut karena seseorang harus memiliki keahlian khusus baru dapat ke tempatnya. Brahmana itu mengatakan, “Pengetahuan dibalas dengan pengetahuan atau harus dibayar dengan emas”. “Baiklah”, jawab Bhiksu Srimanta, “Kita harus saling bertukar pengetahuan.” brahmana yang tertarik segera memberikan instruksi untuk kembali ke Magadha. Sesuai petunjuk Brahmana tersebut, beberapa cairan kimia dituangkan ke besi dan berubah menjadi emas.
Setelah kejadian itu, Bhiksu Srimanta yang tadinya menjadi pelayan para bhiksu menjadi pelayan ketua Vihara Nalanda. Dalam waktu singkat ia menemukan banyak anggota Sangha yang memiliki moral yang buruk. Ia mengeluarkan 8000 bhiksu dan sramanera. Pada masa itu terdapat seorang bhiksu yang bernama Samkara yang mengajarkan ajaran yang salah. Ia mengeluarkan sebuah kitab yang disebut sumber pengetahuan. Kitab tersebut berisi 12.000 ayat yang menyudutkan doktrin Mahayana. Dengan kepandaian dan logika, Bhiksu Srimanta melawan semua ayat itu. Ia juga menunjukkan kitab-kitab lain yang tidak sesuai dengan ajaran Mahayana. Srimanta juga bertemu dengan 500 mahasiswa nonbuddhis di Jatasamghata, mengadakan debat dengan mereka dan tidam mematahkan semua uraian yang salah pengertian tentang Mahayana.
Berikutnya, Bhiksu Srimanta rajin mempelajari Tripitaka ketika suatu hari datanglah dua anak muda penjelmaan dari putra naga Taksala. Kedua putra naga itu mengundang Srimanta ke istana mereka untuk mengambil kitab yang telah disimpan Hyang Buddha selama 500 tahun di dasar laut. Berisi ceramah-ceramah Hyang Buddha baik yang tersurat maupun yang tersirat, untuk manusia yang telah banyak berbuat akusala karma. “karena saya sudah disini, mohon serahkan sutra Mahaprajnaparamita Sutra yang terdiri d dari 10.000 ayat. Saya akan segera kembali ke dunia”. Kata Srimanta. Namun raja naga hanya memberikan 8000 ayat.
Setelah itu, ia menyebarkan ajaran Mahayana lebih giat lagi. Sampai suatu hari ketika ia memberikan khotbah Dharma di sebuah taman vihara dibawah pohon arjuna, enam ekor naga membentuk badan mereka menjadi sebuah payung yang melindunginya dari terik matahari. Orang-orang yang melihat mengira beliau adalah raja naga, memanggilnya “Nagarjuna”. Nagarjuna membangun banyak vihara dan sekitar 180 stupa untuk menempatkan relik Hyang Buddha di Magadha, Sravasta, Saketa, Campaka, Varanasi, Rajagraha dan Vaisali.
Dalam mengajarkan Mahaprajnaparamita Sutra, ia menyadari tidak semua orang mampu menangkap makna yang sesungguhnya. Oleh karena itu ia mendirikan ajaran Jalan Tengah yang menonjolkan tentang kesunyataan (kekosongan). Ia mengarang 6 sifat kebijakan berdasarkan logika yang diambil dari sabda-sabda Hyang Buddha.
Setelah masa itu, Nagarjuna berdiam di gunung Urisa yang ada di utra. Ia ditemani oleh 1000 orang muridnya hingga beberapa orang muridnya mencapai tingkat siddhi Mahamudra. Setelah itu ia berjalan ke utara, ke Kurava. Sebelum sampai Nagarjuna tiba di kota Salamana. Dimana ia bertemu seorang anak yang bernama Jetaka. Dari garis tangannya Nagarjuna tahu suatu hari anak muda ini akan menjadi raja. Begitulah yang terjadi, setelah bertahun-tahun mengajarkan Dharma di Kurava, suatu hari anak muda yang dulu ditemuinya kini telah menjadi raja. Raja muda itu memberi banyak permata sebagai tanda penghormatan kepada Nagarjuna. Untuk membalas kebaikan raja, Nagarjuna memberinya permata paling berharga yaitu: Dharma. Nagarjuna memberikan Trisarana dan memberi beliau nama Buddhis yaitu Ratnavali.
Setelah meras tugasnya di utara selesai, Nagarjuna berjalan ke arah sebaliknya di selatan. Di selatan inilah Nagarjuna menyelesaikan sutra Dharmadhatu Stava. Beliau juga dengan tekad yang tinggi, memutar roda Dharma di selatan. Hingga saat itu, Nagarjuna telah memiliki banyak karya Dharma yang terbagi atas 3 kategori, yaitu:
- koleksi Dharma desana dan karangan seperti : Ratnavali, Surlekha, Prajna Sataka, Prajna Danda, dan Janaposana Bindu.
- koleksi sutra penghormatan keagungan seperti: Dharmadhatu Stava, Lokatita Stava, Acintya Stava dan Paramatha Stava
- koleksi karangan pemahaman dan pemikiran logika seperti: Mulamadhyamika Karika, dan lainnya.
Nagarjuna banyak menulis ulasan risalah tentang sutra dan mantra, menjelaskan, mendeskripsikan, membabarkan banyak ajaran Hyang Buddha, layaknya seorang Manusi Buddha turun kembali ke bumi.
Nagarjuna juga dikenal sebagai guru Dharma yang mencetuskan 3 proklamasi Dharma. Yang pertama adalah ketika beliau dengan berani menegakkan vinaya yang sebenarnya bagi para Sangha di Vihara Nalanda sekaligus meniadakan dan membetulkan aturan vinaya yang salah. Sebuah catatan menyebutkan Nagarjuna laksana Hyang Tatthagata ketika pertama kali memutar roda Dharma yang pertama kali. Kedua ketika beliau memberikan penjelasan yang terperinci mengenai konsep jalan tengah, baik secara lisan dalam pembabaran Dharmadesana, maupun dalam tulisan melalui karya-karya risalahnya. Ketiga ketika ia berada di selatan mendedikasikan diri membuat ulasan serta sutra penghormatan keagungan.
Rupanya kemashyuran Nagarjuna membuat Mara dan para setan menjadi iri. Adalah seorang anak bernama Kumara Saktiman, putra dari raja Udayibhadra. Suatu hari ibunya membawakannya pakaian kebesaran ayahnya. Kumara mengatakan, “Singkirkan baju itu bu, saya akan memakaikannya ketika saya telah menjadi raja.” Lalu ibunya berkata, “Kamu tidak akan pernah menjadi raja nak, karena ayahmu pernah bertemu Nagarjuna!” lalu ibunya melanjutkan “Nagarjuna telah menjampi-jampi ayahmu, bahwa ayahmu tidak akan pernah meninggal sebelum beliau meninggal.” Kumara menangis sedih, tetapi ibunya malah menghardiknya. “jangan menangis cengeng begitu! Nagarjuna adalah seorang Bodhisattva, kau tinggal datang kepadanya dan meminta kepalanya, dia pasti tidak akan marah atau menyerangmu. Dengan begitu, ayahmu juga akan meninggal dan seluruh kerajaan ini akan menjadi milikmu dan boleh kau perintah sesukamu.”
Anak itu mengikuti perintah ibunya untuk menemui Nagarjuna, dan memang beliau langsung menyanggupi, sama sekali tidak marah apalagi menyerang. Tetapi betapa tajampun pedang yang digunakan Kumara, pedangnya tidak dapat memenggal kepala nagarjuna. Nagarjuna berkata, “dikehidupan sebelumnya, ketika saya sedang memangkas rumput, tanpa sengaja saya telah membunuh seekor serangga. Kecelakaan itu terus teringat oleh saya, dan sama seperti waktu itu, kamu akan mendapatkan kepala saya kalau kamu memotongnya dengan sabit pemotong rumput.”
Anak itu langsung mengambil sabit lalu memenggal kepala Nagarjuna. Darah menetes dan terus mengalir dari lehernya bagai susu yang dituang. Ketika kepala Nagarjuna telah terpisah dari tubuhnya, kepala itu berkata, “Pada saat ini saya telah merasuki surga Sukhavati. Di masa depan, saya akan kembali dengan wujud ini lagi.”
Pangeran yang takut kepala itu akan menyatu lagi dengan badannya, langsung membungkus kepala itu dan membawanya pergi. Peristiwa itu terjadi tahun 250, ketika beliau telah berusia 100 tahun. Legenda mengatakan Nagarjuna yang menguasai ilmu rasayana, baik kepala dan badannya akan selalu bersatu. Perlahan-lahan, semakin tahun semakin mendekati hingga sekali lagi menjadi satu. Banyak yang mempercayai hal itu karena Nagarjuna selalu mengembangkan cinta kasih dan selalu menyayangi segala bentuk kehidupan. Walaupun tidak ada yang tahu pasti apakah Nagarjuna memang hidup selama 600 tahun.
Hal tersebut diperkuat dengan sebuah syair pada sutra Manjusrimulakalpa yang mengatakan bahwa Nagarjuna hidup selama 600 tahun. Syair itu berbunyi. “Setelah saya, Tathagata, Mahaparinibbana dan melewati 400 tahun lamanya, seorang bhiksu “Hyang Naga” akan hidup, dengan keteguhan tekad dan kepiawaian membabarkan Dharma yang dimilikinya, akan membawa kebahagiaan dan masa keemasan, dan akan tetapi hidup selama 600 tahun.”
Dalam salah satu catatan biografi Tibet mengenai seorang raja bernama Gautamaputra disebutkan bahwa ketika ia telah naik tahta, ia membutuhkan seorang penasihat spiritual. Dalam kebimbangan kriteria pemilihan, entah bagaimana dikatakan bahwa ia bertemu dengan seorang yang meminta nasihat. Orang tersebut menyebutkan kriteria penasihat spiritual adalah orang selalu bertindak bijaksana serta dalam keadaan bahaya sekalipun selalu menjunjung tinggi nilai cinta kasih. Dan orang itu menyebutkan contoh seperti dirinya yang menyetujui kepalanya dipenggal dengan sabit pemotong rumput. Hal itu dikarenakan adalah buah karma masa lampaunya yang telah tanpa sengaja memotong makhluk hidup dengan sabit.
Agama Buddha Vajrayana mengakui Nagarjuna sebagai “Buddha Kedua”. Nagarjuna menyebutkan kerancuan Budhisme Selatana dan Utara yang terjadi pada waktu itu dengan pikiran, pemahaman logika, dan berdasarkan panduan sutra yang ada. Ia memberikan pemahaman melalui jalan tengah dan konsep kesunyataan dan bahwa semua adalah Dharma.
Biografi asli Nagarjuna, pertama kali diterjemahkan dalam dua versi, bahasa Mandarin dan Tibet. Di dalamnya terdapat banyak pengalaman Nagarjuna yang mengetengahkan kesaktian dan kemampuannya, yang sebagian proporsinya berbau mistik. Bagaimanapun, penggabungan catatan sejarah, cerita legenda yang beredar, penggabungan tulisan-tulisan beliau maupun sutra dan catatan lainnya, tekad beliau dalam memutar roda Dharma, tak dapat disangkal lagi, dalam kehidupannya, beliau adalah seorang Dharma Duta dan Bhiksu Buddhis yang luar biasa.
Didalam Buddhisme aliran Mahayana, yang dinamai zat (= matter), adalah pengalaman yang dikonseptualisasikan. Agar supaya membentuk suatu model yang bersifat simbolis atau konseptual, dari pengalaman, yaitu misalnya pengalaman mengenai dunia, atau tubuh, atau otak, tugas kita akan terasa enak, tidak sukar, apabila kita mau menganggap pengalaman itu sebagai zat (= matter = stuff), Dunia material itu sesungguhnya tidak berat, padat, atau menekan. Itu hanyalah merupakan suatu model konseptual dari pengalaman, yang juga ada didalam pengalaman. Jadi, istilah rupa, yang dipergunakan oleh Buddhisme aliran Theravada, itu berarti zat (= matter), dan oleh aliran Mahayana, berarti bentuk (= form), atau model konseptual.
Filsafat pengetahuannya Mahayana, tentang alam, itu terbagi menjadi roh (= spirit) dan zat (= matter), dan mentransformasikannya menjadi kekosongan (= emptiness) dan bentuk (= form), yaitu menjadi pengalaman total dan model-model konseptual. Dan itu mentransformasikan pandangan yang religious dari dunia material, yang muncul dari dan berada didalam dunia spiritual, menjadi pandangan ilmiah tentang model-model konseptual, yang muncul dari dan berada didalam pengalaman aktual yang bersifat total.
Filsafat pengetahuannya Mahayana, tentang alam, itu terbagi menjadi roh (= spirit) dan zat (= matter), dan mentransformasikannya menjadi kekosongan (= emptiness) dan bentuk (= form), yaitu menjadi pengalaman total dan model-model konseptual. Dan itu mentransformasikan pandangan yang religious dari dunia material, yang muncul dari dan berada didalam dunia spiritual, menjadi pandangan ilmiah tentang model-model konseptual, yang muncul dari dan berada didalam pengalaman aktual yang bersifat total.
Itu cukup bersifat revolusioner, tetapi filsafat ilmu pengetahuannya Mahayana, memiliki keterangan lebih lanjut. Dengan mengatakan bahwa pengalaman aktual yang bersifat total, itu saja yang merupakan kasunyataan yang hakiki, maka itu membuat tidak bersuaranya semua metaphysika, baik yang ada didalam, maupun yang ada diluar, dari ilmu pengetahuan. Itu memperkuat fakta bahwa kasunyataan yang ilmiah itu tidak pernah lebih dari kasunyataan yang relative, yang memiliki nilai yang besar, tetapi diterangkan lebih lanjut, dan dikatakan bahwa suatu kasunyataan, yang verbal, atau yang numerical, yang sifatnya religious, dan philosophis, atau jenis lainnya semacam itu, dapat juga tidak pernah meng-claim untuk berkeadaan lebih besar nilainya dari pada kasunyataan yang bersifat empiris dan relative. Itu menolak validitasnya sesuatu kasunyataan yang absolut dan yang hakiki lainnya, dengan pernyataan oleh sesuatu system non-ilmiah dari fikiran, karena adalah tidak mungkin ada sesuatu, yang berada diatas, disebelah sananya, atau diluar pengalaman yang bersifat total.
Penolakan Pangeran Siddhartha terhadap Ke-Aku-an Hindu (= Hindu Self) itu mungkin dapat diperluas sampai kepada Yang Absolut dari sesuatu filsafat yang metaphysis, Dewa, Surga, dan Neraka, saya fikir, oleh karena itu juga "Diri saya"; semuanya adalah konsep-konsep, hanya kata-kata, yang terdapat didalam pengalaman. Semua kumpulan fikiran, - dari Agama-Agama, Filsafat-Filsafat, dan Buddhisme itu sendiri semuanya adalah model-model konseptual, dan semua terbuka bagi testing secara langsung, terhadap pengalaman dengan sifat ketatnya dari methode ilmiah. Bahkan apabila Surga dan Neraka itu ternyata, setelah dibuktikan secara ilmiah, benar-benar ada, itu tetap hanya merupakan bagian dari pengalaman total, dan tidak akan dapat didalam cara apa pun, melebihi, atau bersifat transcendent, diatas pengalaman total.
Nagarjuna, bahkan melangkah lebih lanjut lagi, - yaitu didalam arah bersaing dengan yang absolut lainnya, didalam system pemikiran lainnya. Beliau tidak menyampaikan argumentasinya dari sudut pandangan ilmiahnya sendiri, dan menyadari bahwa itu adalah hanya salah satu dari banyak sudut pandangan ilmiah lainnya. Nagarjuna mempergunakan methode dialectic, yaitu beliau menyampaikan seperangkat uraian, untuk membuktikan ketidak-benaran dari semua filsafat metaphysis, atas dasar istilahnya sendiri. Inilah sebabnya mengapa tulisan-tulisan Nagarjuna itu penuh dengan begitu banyak hal-hal yang sangat cemerlang, tetapi dengan analisa philosophis yang sangat sukar.
Dia membuktikan bahwa tidak ada religi atau philosophi yang secara logis dapat mendukung pernyataannya sendiri, dengan mengatakan bahwa pengetahuannya meliputi kasunyataan yang absolut, dan dengan demikian memungkinkan filsafat ilmu pengetahuannya meng-claim bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuannya sendiri yang merupakan filsafat pengetahuan yang valid.
Kalau kita ringkaskan semua yang telah kita kemukakan diatas itu, maka dapatlah kita jelaskan bahwa filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu sungguh-sungguh bersifat revolusioner, dengan alasan-alasan sebagai berikut ini :
Ilmu-ilmu pengetahuan mengetahui bahwa kasunyataan yang ilmiah adalah bersifat relative atau empiris, serta didasarkan pada pengalaman yang aktual. Buddhisme juga menerima kasunyataan empiris, dan mendapati bahwa itu terdapat pada sunyata. Saya percaya bahwa Sunyata itu menunjuk kepada pengalaman yang aktual, dan dengan demikian Buddhisme juga berkata bahwa kasunyataan yang empiris itu haruslah terdapat pada pengalaman yang aktual.
Saya percaya bahwa filsafat ilmu pengetahuannya Buddhisme itu bersifat revolusioner, karena tidak didasarkan kepada pengalaman keindiriaan, tetapi didasarkan kepada pengalaman total; dan karena Buddhisme mengatakan bahwa hanya pengalaman aktual yang total saja yang merupakan kasunyataan yang hakiki, atau yang paling tinggi. Ini mencegahnya untuk tidak mengalamai pecahnya menjadi ilmu pengetahuan yang sifatnya "material", yang berat, dan prosaic, serta religi, philosophi, dan seni, yang sifatnya "spiritual", liberal, dan transcendent. Itu mencakup yang bersifat "material", dan yang bersifat "spiritual", technology dan liberal, yang keduanya terdapat pada satu filsafat ilmu pengetahuan. Lagi pula, itu secara khusus menolak kasunyataan yang religious, dan metaphysis, dan mengemukakan claimnya bahwa hanya filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science) saja, satu-satunya yang valid, dari filsafat pengetahuan (= philosophy of knowledge) yang ada.
Kalau Dunia Barat itu sangat hebat didalam hal systematisasinya dan applikasinya kasunyataan empiris, maka Dunia Timur, memiliki, pada Buddhisme, suatu filsafat ilmu pengetahuan yang lebih tua dan lebih maju dari pada yang dimiliki Dunia Barat. Seluruh sejarah ilmu pengetahuan itu perlu ditulis ulang kembali. Pangeran Siddhartha, yang kemudian menjadi Buddha, itu adalah merupakan filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan, yang pertama, yang memberikan kepada Dunia Timur, tradisi ilmiah setua seperti yang dimiliki oleh Dunia Barat, dan sumbangan utamanya kepada Dunia Filsafat, adalah berupa meletakkan dan membuat filsafat ilmu pengetahuan bersifat universal dan revolusioner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar